Kaulinan Budak Jangan Dibebani Nilai-nilai yang Belum Jelas
BANDUNG, (PRLM).- Kesalahan menyampaikan nilai-nilai yang terkandung dalam permainan tradisional menjadi penyebab anak zaman sekarang sulit menerima. Permainan tradisional dengan artifisial untuk menarik minat anak bermain justru menjerumuskan.
Salah seorang praktisi pemainan tradisional, Abah Pupung mengungkapkan bahwa sekarang ini ada banyak komunitas permainan tradisional yang menawarkan konsep belajar dan bermain.
“Namun karena dalam prakteknya banyak dicocoki dengan kandungan nilai-nilai yang belum tentu kebenarannya, menjadikan anak merasa terbebani hingga akhirnya sulit dan tidak mau menerima atau bermain,” ujar Abah Pupung pada Workshop Permainan Anak Bernilai Edukasi, Kamis (19/3/2015) bertempat di Estetika Cipaku Oase (ECO) Bambu Jalan Cipaku Indah IX, Ledeng, Bandung.’
Padahal menurut Abah Pupung, sesuai dengan fungsinya, permainan dikalangan anak-anak adalah sebuah cara untuk mengisi waktu luang yang hiburan dan mencari kesenangan. Sementara nilai-nilai yang ada dalam permainan tersebut merupakan bagian dari proses kreativitas penciptaan dan rekayasa yang mendekati pada kondisi atau kenyataan sebenarnya. (Retno Heriyanto/A-108)***
Salah seorang praktisi pemainan tradisional, Abah Pupung mengungkapkan bahwa sekarang ini ada banyak komunitas permainan tradisional yang menawarkan konsep belajar dan bermain.
“Namun karena dalam prakteknya banyak dicocoki dengan kandungan nilai-nilai yang belum tentu kebenarannya, menjadikan anak merasa terbebani hingga akhirnya sulit dan tidak mau menerima atau bermain,” ujar Abah Pupung pada Workshop Permainan Anak Bernilai Edukasi, Kamis (19/3/2015) bertempat di Estetika Cipaku Oase (ECO) Bambu Jalan Cipaku Indah IX, Ledeng, Bandung.’
Padahal menurut Abah Pupung, sesuai dengan fungsinya, permainan dikalangan anak-anak adalah sebuah cara untuk mengisi waktu luang yang hiburan dan mencari kesenangan. Sementara nilai-nilai yang ada dalam permainan tersebut merupakan bagian dari proses kreativitas penciptaan dan rekayasa yang mendekati pada kondisi atau kenyataan sebenarnya. (Retno Heriyanto/A-108)***
Sumber: Pikiran Rakyat, 19 Maret, 2015